Jejak Muslim Pada Musik Blues

Picture source: 8track.com
Picture source: 8track.com

Musik blues tak asing lagi bagi para penikmat musik dunia. Konon, jenis musik ini berasal dari musik spiritual dan pujian yang berkembang di kalangan masyarakat Afrika di Amerika Serikat. Penelusuran sejarah menunjukkan, akar musik blues ternyata lebih dari itu. Di dalamnya ternyata ada pula pengaruh seni musik Islam yang dibawa oleh komunitas kulit hitam ke Negeri Paman Sam itu. Hal tersebut ditegaskan pula oleh seorang penulis, ilmuwan, sekaligus peneliti dari Schomburg Center for Research in Black Culture di New York, Sylviane Diouf. “Blues memiliki relasi dengan tradisi masyarakat Muslim di Afrika Barat,” ujarnya.

Untuk membuktikan keterkaitan musik blues dengan tradisi musik kaum Muslim, Diouf memutar dua rekaman. Rekaman pertama yang diperdengarkan kepada publik di sebuah ruangan di Universitas Harvard itu lantunan azan. Sebagai pembanding, dia kemudian memutar lagu Levee Camp Holler. Publik yang hadir mencermati lagu blues lawas itu, yang pertama kali muncul di Delta Mississippi sekitar 100 tahun yang lalu. Levee Camp Holler bukanlah lagu blues yang terbilang biasa. Lagu itu diciptakan oleh komunitas kulit hitam Muslim asal Afrika Barat yang bekerja di Amerika pasca-Perang Sipil. Setelah mendengarkan rekaman itu, mereka pun menyadari bahwa lagu Levee Camp Holler terdengar seperti lantunan azan. Menurut Diouf, ini merupakan bukti pertautan antara keduanya.

Publik yang hadir di ruangan itu pun takjub dengan bukti yang diungkapkan Diouf. “Tepuk tangan pun bergemuruh, sebab hubungan antara musik blues Amerika dengan tradisi Muslim jelas-jelas terbukti,” ujar Diouf. Mereka juga berkata, “Wow, benar-benar terdengar sama. Blues ternyata benar berakar dari sana (tradisi Islam),” lanjut dia menirukan komentar publik AS saat itu.

Bukti keterkaitan itu juga dibeberkan oleh jurnalis sekaligus peneliti budaya Islam, Jonathan Curiel. Dalam tulisannya bertajuk Muslim Roots, US Blues, dia menyatakan, publik Amerika perlu berterima kasih kepada umat Islam dari Afrika Barat yang tinggal di Amerika. Sebab, mereka ikut memberikan warna dan ciri khas pada seni budaya bangsa Amerika.

Dalam risetnya, Curiel menemukan keterkaitan lahirnya blues di tanah Amerika dengan Muslim Afrika Barat terjadi pada sekitar tahun 1600 hingga pertengahan 1800 M. Saat itu banyak penduduk kulit hitam dari Afrika Barat yang dibawa paksa ke Amerika dan dijadikan budak. Menurut para sejarawan, sekitar 30 persen budak dari Afrika Barat yang dipekerjakan secara paksa di Amerika itu adalah Muslim. “Meski oleh tuannya dipaksa untuk menganut Kristen, namun banyak budak dari Afrika itu tetap menjalankan agama Islam serta kebudayaan asalnya,” jelas Curiel.

Salah satu keteguhan iman mereka terlihat saat mereka tetap melantunkan ayat-ayat Alquran setiap hari. Penggalan sejarah juga mencatat, para pelaut Muslim dari Afrika Barat adalah yang pertama kali menemukan Benua Amerika sebelum Columbus. Penulis buku American Muslim History: A Chronological Observation, Fareed H Numan, meyakini hal itu. Tak perlu diragu kan lagi, katanya, secara historis kaum Muslimin telah memberi pengaruh dalam evolusi masyarakat Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus datang.

Sementara sejarawan Ivan Van Sertima dalam karyanya, They Came Before Columbus, membuktikan adanya kontak antara Muslim Afrika dan orang Amerika asli. Sementara dalam African Presence in Early America, Van Sertima menemukan fakta bahwa para pedagang Muslim dari Arab juga sangat aktif berniaga dengan masyarakat Amerika. Umat Islam yang awalnya berdagang telah membangun komunitas di wilayah itu dengan menikahi penduduk asli. “Columbus juga tahu bahwa Muslim dari pantai barat Afrika telah tinggal lebih dulu di Karibia, Amerika Tengah, Selatan, dan Utara,” papar Van Sertima.

Dari sisi komponen alat musik pun memperkuat seluruh argumentasi tadi. Pada era perbudakan di Amerika, orang kulit putih melarang mereka menabuh drum, karena khawatir akan menumbuhkan semangat perlawanan para budak. Namun, pengguna an alat musik gesek yang biasa dimainkan umat Islam dari Afrika masih diizinkan untuk dimainkan karena dianggap mirip biola.

Guru besar ethnomusikologi dari Universitas Mainz, Jerman, Prof Gehard Kubik, mendukung keterangan itu dengan menyatakan, alat musik banjo Amerika sejatinya berasal dari Afrika. Bahkan secara khusus, Prof Kubik menulis sebuah buku tentang keterkaitan musik blues dengan peradaban Islam di Afrika Barat. Judul buku itu adalah Africa and the Blues (University Press of Mississippi, 1999). “Saya yakin banyak penyanyi blues saat ini yang tak menyadari bahwa pola musik mereka meniru tradisi musik kaum Muslim di Arab,” cetusnya.

Riset yang dilakukan Prof Kubik juga membuktikan, gaya vokal sebagian besar penyanyi blues yang menggunakan melisma ataupun intonasi bergelombang, ternyata berasal dari Afrika Barat juga. Gaya vokal seperti itu, menurut Kubik, merupakan peninggalan masyarakat Afrika Barat yang telah melakukan kontak dengan dunia Islam sejak abad ke-7 M.

Melisma adalah istilah untuk menyebut penggunaan banyak nada dalam satu suku kata. Sedangkan intonasi bergelombang merupakan rentetan nada yang beralih dari skala mayor ke minor lalu kembali lagi. Hal itu sangat umum digunakan saat kaum Muslim melantunkan azan dan membaca Alquran. Fakta itu, ujar Prof Kubik, tak diragukan lagi merupakan bukti bahwa blues berakar dari tradisi Islam yang berkembang di Afrika Barat.

Menyangkal

Kendati bukti-bukti sudah sangat kuat, toh masih ada kalangan yang menyangkal adanya pengaruh tradisi musik Muslim Afrika pada musik blues. “Non-Muslim sangat sulit untuk meyakini fakta itu, karena mereka tak memiliki pengetahuan yang cukup tentang peradaban Islam dan musik Islami,” ungkap Barry Danielian, peniup terompet yang kerap tampil bersama seniman blues ternama seperti Paul Simon atau Natalie Cole Danelian mengaku telah lama mengamati suara azan dan ayat-ayat Alquran yang biasa dilantunkan para Muslim kulit hitam di Amerika. Ia menilai, lantunan azan dan ayat-ayat suci Alquran itu mengandung musikalitas.
Untuk mengamati hal itu, ia sengaja mengikuti sejumlah majelis kajian Islam di Jersey City, New Jersey. Ketika peserta pe ngajian berkumpul dan sang imam datang, ratusan orang melantunkan doa. “Buat saya, lantunan doa dari ayat-ayat suci Alquran memiliki musikalitas yang tinggi.”

Source: REPUBLIKA.CO.ID

Redaktur : M Irwan Ariefyanto
Facebook Comments

One thought on “Jejak Muslim Pada Musik Blues

  • October 25, 2013 at 7:46 am
    Permalink

    Tidak sepantasnya musik di perdebatkan.. apa lagi disangkut pautkan dengan agama. apa agi blues! Biarkan lah dia bersenandung dengan tenang. Bukan kah konsep dari musik itu sendiri adalah sebuah media untuk menciptakan dimensi nada dengan tujuan mempersatukan manusia menuju kedamaian?

    Reply

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: