Mengenal Alat Musik ALEE TUNJANG

Alee Tunjang @ PKA 72
Alee Tunjang tampil di PKA 1972 | Photo Source: Zulfadlie Kawom

 

Salah satu alat music tradisional dari Aceh yang merupakan keluarga perkusi yang kini mulai jarang dimainkan adalah Alee Tunjang, yaitu sekumpulan Alu dan lesung yang dimainkan secara bersama-sama dengan menumbukkan alu di dalam sebuah ritmis yang sudah diatur sedemikian rupa untuk mengiring tarian yang berjudul sama.

Alee Tunjang  atau Alu Tunjang popular dan berasal dari Aceh Utara, mempunyai sejarah yang panjang dan sudah lama dimainkan terutama di daerah-daerah pedesaaan. Terdiri  dari 4 atau 5 lesung yang mempunyai bentuk dan panjang alu yang berbeda, demikian juga dengan bahan pembuatannya yang berbeda untuk menghasilkan karakter suara yang berbeda pula. Bentuk dari Alee Tunjang adalah alunya menunjang seperti galah, sedangkan lesungnya seperti gelondongan batangan kayu yang diletakkan berdiri, lebih kurang setinggi paha. Biasanya dimainkan oleh kaum wanita saja.

Mengenai arti dari penamaannya, ada suatu legenda yang beredar sebelum masuknya Islam ke Aceh yang menjelaskan makna dari nama tersebut:

Alkisah, seorang raja di daerah Buloh Blang Ara (Aceh Utara) memperoleh seorang putra. Dipanggillah seorang ahli nujum untuk melihat bagaimana nasib sang pangeran nanti.  Ahli nujum mengatakan bahwa kelahiran tersebut akan membawa malapetaka bagi negeri atau kerajaan tersebut. Akibatnya Raja memutuskan untuk membuang putranya jauh ke dalam sebuah rimba yang penuh dengan pepohonan rindang yang mempunyai akar tunjang (ada yang berpendapat disitu banyak batang-batang yang rebah dengan akar tunjangnya di sana-sini).

Beberapa tahun kemudian beberapa pencari rotan, melihat ada seorang anak (putra raja tersebut) sedang bermain-main menumbuk batang kayu yang rebah dengan menggunakan akar tunjang. Ada juga yang mengatakan bahwa anak tersebut sedang asyik bermain dari akar tunjang yang satu ke akar tunjang lainnya, sambil memukul-mukul, dan menimbulkan suara atau rithmik yang berirama dengan tingkahan yang indah. Karena besar akar tunjang tersebut tidak sama, maka suaranya pun berbeda-beda dan sangat menarik.

Kemudian pencari rotan tersebut mendekati anak tersebut dan dibawa pulang ke rumahnya serta diasuh sebagai anaknya sendiri. Oleh anak itu permainan akar tunjang tersebut diteruskan di desa tempat tinggalnya yang baru itu bersama dengan anak-anak lain di sekitarnya. Dari kisah ini pula, lahirlah nama suatu alat musik tradisional yang disebut “Alee Tunjang” atau dalam bahasa Indonesianya adalah “Alu Tunjang”. 

Data Tehnis

alee tunjang

Untuk pembuatan Alee Tunjang maka digunakanlah bahan baku dari kayu nangka dan  batang mane untuk dan lesungnya (bahasa Aceh Leusong). Sedangkan untuk alu dibuat dari pelepah enau atau sejenis kayu lembut/lunak. Alee penuh dengan ukiran ukiran spesifik semacam hiasan urat-urat yang melingkar, dan ornamen-ornamen lain yang menarik dan mempesonakan. Lesung biasanya dibuatkan ukiran yang cantik dan spesifik Aceh berupa dimensi-dimensi lengkung dan motif seperti bunga-bungaan.

Alee Tunjang biasanya tidak dicat atau diwarnai. Paling-paling dipelitur dengan warna colak tua ataupun dipernis, karena bahan kayu yang terpilih dari batang nangka atau mane biasanya lambat laun akan berwarna coklat dan kalau sering-sering dimainkan atau dipegang-pegang otomatis akan menjadi licin dan berkilat.

Cara Pembuatan

Alee Tunjang terdiri dari 4 atau 5 buah lesung yang masing-masing mempunyai alu atau galahnya sebagai penumbuk. Untuk satu set alu tunjang, memerlukan batangan gelondongan bak panah (batang nangka) dan bak mane. Agar tahan lama, batangan tersebut dipotong-potong sepanjang ± 70 cm dapat dan diawetkan dengan direndam di dalam lumpur.

Setelah beberapa bulan direndam, batangan kayu kemudian diangkat, dibersihkan bagian luarnya dengan mengulitinya. Kemudian dihaluskan dan dibentuk bulatan pada bagian atas, seperti topi dan pada bagian badannya memanjang dibentuk sedikit bersegi dan diberi lubang seperti lubang lesung, tapi tak seberapa lebar dan dalam. Untuk membedakan karakter suar, ukuran kedalaman dan lebar lesung disesuaikan sesuai kebutuhan. Terakhir pembuatan ragam hias ukiran-ukiran yang indah pada bagian atas dan pada bagian badannya.

Adapun lesungnya terdiri dari :

1. Lesung aneuk sempom 1 (satu) buah dibuat dari bahan batang nangka.

2. Lesung syup syup 1 (satu) buah dari batang nangka atau batang manee.

3. Lesung rempah dapat 2 (dua) buah atau 3 (tiga) buah.

4. Alu dibuat dari pelepah enau sebanyak 2 (dua) buah dan dari jenis kayu yang lembut sebanyak 2 (dua) buah.

Akibat perbedaan jenis bahan baku yang digunakan baik untuk lesung dan alunya, maka akan memberikan efek timbre suara yang berbeda-beda seperti:

Lesung dari batang nangka agak berbeda suaranya bila dibandingkan dengan lesung dari batang manee, begitu juga alu dari pelepah enau yang setengah kering berbeda pula dengan alu dari kayu lembut lainnya.

Lesung rempah lebih rendah dan dangkal lubangnya bila dibandingkan dengan lesung aneuk seumpom dan lesung syup-syup.

Di dalam memilih bahan, tidaklah dilakukan upacara-upacara secara magis, karena hal ini bertentangan dengan ajaran agama Islam.

 

Fungsi Alat:

Alee Tunjang dimainkan dengan menghemas/memukul alu ke dalam lubang lesung dan digunakan sebagai alat untuk tarian wanita Alee Tunjang dan mengatur rithmik para penyair wanita.

Untuk memperindah penampilan tarian dan nyanyian, maka kadang-kadang ditambahkaninstrumen pengiring lain seperti rapai, gedumbak (gendang kecil), serune kalee sebagai pembawa melodi dan gong untuk tingkahan rithmik yang dimainkan oleh para pria.

Jumlah pemain alee tunjang terdiri dari 4 atau 5 orang wanita, tidak termasuk penari/penyairnya yang juga wanita. Biasanya ditampilkan sebagai hiburan sehabis panen di sawah, digelar di halaman terbuka atau di halaman rumah pada bila sedang purnama, atau dapat juga ditampilkan pada upacara-upacara tertentu apabila diperlukan. Kisah atau syair-syair disesuaikan menurut tujuan pergelarannya.

Pakaian yang dipergunakan dalam pertunjukan biasa, cukup dengan pakaian sehari-hari tapi bila dalam pertunjukan khusus, haruslah dengan memakai pakaian adat Aceh.

Cara Memainkan:

Komposisi atau letak susunan pemain Alee Tunjang yang terdiri dari 4 atau 5 orang wanita masing-masing berdiri horizontal, lengkap dengan alun yang panjangnya ± 2,5 meter. Di belakang mereka diletakkan lesung dengan ketinggian dari batas kaki hingga sampai batas paha ± 70 cm.

Kepala ditundukkan sehingga mata dapat melihat sasaran lubang lesung, yang kemudian ditumbuk secara rithmic sesuai drama yang dikehendaki atau interlocking figuration. Gaya musiknya (degree of prominence) mempesonakan, Bila dibantu oleh alat music lain, maka posisi alee tunjang berada di muka atau di depan.

 

Source:

  1. Drs. Abd. Hadjad, et al, PERALATAN HIBURAN DAN KESENIAN TRADISIONAL PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH, terbitan  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan – Pusat Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, 1993 
  2. Sumber-sumber lainnya.
Facebook Comments

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: