Bisnis Musik Digital Berpotensi Tumbuh di Indonesia

Music Energy (+clipping path, XXL)

Potensi bisnis musik digital di Indonesia masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal bisnis ini dapat menjadi solusi terbaik untuk menyiasati persoalan pembajakan fisik yang hingga kini tak kunjung usai.

Potensi itu, sebagaimana dikatakan Chika Maryana, pelaku distribusi musik digital dari INSIDE, di Jakarta, Rabu (5/3), sebenarnya dapat dimaksimalkan melalui penjualan karya melalui online store semacam iTunes, Google Music, Amazon, Rhapsody, Deezer, Spotify, Nokia Music, dan masih banyak lainnya.

“Sayangnya tren ini masih belum bisa dimaksimalkan para musisi, pelaku maupun penikmat industri musik di negeri kita,” katanya.

Chika menilai, peluang bisnis musik digital sekarang ini sebenarnya sangat besar. Peluang ini muncul seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi digital maupun perangkat gadget. Melalui brand INSIDE yang dipimpinnya, mengaku mampu mengembangkan bisnis distribusi digital secara langsung kepada 160 online store di seluruh dunia. Dengan mengusung tagline “Everyone Everyplace”, ia siap membantu para musisi yang ingin mendistribusikan karyanya di online store.

Sekarang ini, dia menambahkan, sudah cukup banyak karya-karya musisi anak negeri yang berada di bawah naungannya. Diantaranya Barry Likumahuwa, Afgan, Cherybelle, Andien, Dea Mirela, Abdul, Joeniar Arief, Cindy Bernadette, Naif, Addie MS and Twilite Orchestra, hingga dua karya musisi senior Ebiet G Ade dan Fariz RM.

“Sejauh ini kami sudah bekerja sama dengan iTunes secara langsung untuk mendistribusikan hasil karya musik kami,” imbuh dia. Usahanya itu sepengakuannya, mendapatkan respons yang sangat positif dari masyarakat di seluruh dunia. Sejak saat itu institusinya aktif mendistribusikan hasil karya musik kepada iTunes, Google Play, Amazon, Nokia Music, Rhapsody, Deezer, dan Spotify.

Menurut dia, model penjualan secara digital ini setiap tahunnya terus memperlihatkan tren positif. Rujukan yang digunakannya adalah laporan yang dirilis International Federation of the Phonographic Industry (IFPI). IFPI adalah organisasi industri rekaman dunia yang memiliki 1.300 anggota di 66 negara.

Pada 2012  ada sebanyak 5,6 miliar dolar AS dana yang diterima perusahaan rekaman berkat jualan secara digital. Pemasukan tersebut meningkat sembilan persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ia juga menjelaskan, dari pemasukan sebesar 5,6 miliar dolar AS, bisnis musik digital ternyata menyumbangkan 34 persen dari total pemasukan industri secara keseluruhan. “Nilainya mencapai 16 miliar dolar AS.”

Jika dikomparasi dengan total penduduk dunia yang mencapai 7 miliar jiwa, nilai pemasukan 16 miliar dolar AS itu setara dengan 0,8 dolar AS untuk setiap karya digital yang diunduh. Artinya, setiap jiwa di dunia ini telah memberikan kontribusinya sebesar 0,8 dolar AS terhadap satu karya yang diunduh di dunia digital.

Dengan asumsi per jiwa itu sebesar 0,8 persen dolar AS maka Indonesia seharusnya memiliki potensi pemasukan sebesar 200 miliar dolar AS per tahun. “Inilah potensi dari bisnis digital yang masih belum kita manfaatkan,” ujarnya. (suaramerdeka.com)

Facebook Comments

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.