Kisah Musisi Aceh menjalani Ramadan di Negeri Sakura
Sebuah artikel di ATJEHPOSTcom yang berjudul “Kisah Mahasiswa Aceh menjalani Ramadan di Negeri Sakura” menceritakan pengalaman musisi Aceh Teuku Mahlil di dalam menjalankan ibadah puasa di negeri Matahari Terbit. Mahlil berada di Jepang untuk program master Teknik Sipil di Toyohashi University of Technology. Simak tulisannya dibawah ini:
MENJALANKAN ibadah puasa di negara minoritas muslim tentu berbeda. Namun itulah yang dialami oleh Teuku Mahlil, mahasiswa asal Aceh yang saat ini sedang menempuh study di Toyohashi University of Technology, Jepang.
Biar pun merasa jauh dari rumah, Mahlil merasa Ramadan di Jepang memberikan pengalaman tersendiri. Mengingat disana ia berbaur dengan komunitas masyarakat international yang memiliki budaya berbeda.
“Komunitas muslim di Toyohashi selama Ramadan mengisi dengan kegiatan rutin, semisal pengajian bersama, diskusi majelis dakwah. Ini untuk mempersiapkan diri memberikan ibadah terbaik selama Ramadan,” ujar Mahlil yang dihubungi Atjehpostcom, Rabu 10 juli 2013.
Dari segi fisik, Mahlil juga harus menyiapkan diri lebih ekstra selama Ramadan. Mengingat durasi berpuasa di Jepang sedikit lebih lama jika dibandingkan dengan di Indonesia.
Untuk menyiasatinya, menjelang ramadhan kemarin Mahlil lebih intens menjaga kondisi badan dengan berolahraga. Selain itu ia juga mengkonsumsi makanan bergizi guna meningkatkan daya tahan tubuh.
“Berpuasa kali ini bertepatan dengan musim panas jadi durasi berpuasanya lebih lama berkisar 16-17 jam seharinya,” sahut Mahlil yang baru pertama kali menjalankan ibadah puasa di Jepang.
Walaupun di kota Toyohashi hanya memiliki satu masjid, masyarakat umum di sana sudah mengenal baik apa itu Ramadan. Mahlil mengaku, Ramadan kerap digunakan oleh mahasiswa asal Jepang dan negara lain beserta staf pengajarnya untuk belajar Islam lebih dekat.
Banyak dari mereka yang turut berpuasa bersama muslim dan juga belajar tentang Islam. Keberagaman inilah yang paling dirasakan Mahlil selama tinggal disana.
Tapi Mahlil juga tidak menampik jika ia merindukan suasana Ramadan di Indonesia, terlebih di Aceh. Tradisi meugang dan penganan khas sie reuboeh, adalah dua hal yang ia rindukan selama merantau di Jepang. Selain itu, ia kerap merindukan suasana tadarus dan sayup azan dari speaker mesjid yang jarang ia temui disini.
“Azan dengan suara tadarus tidak boleh diperdengarkan lewat speaker ke luar masjid. Ini yang bikin berbeda jika dibandingkan dengan Aceh. Kalo di Aceh sepanjang Ramadan saya bisa selalu dengar,” ujarnya.[] (mrd)
teringat ramadhan tahun lalu bukber sama bang mahlil. hahaha.. minal aidin wal faidzin buat semua.