Musik Bagi Audiens Tunarungu
Selalu ada atmosfer kekeluargaan pada setiap konser Keimzeit. Berdekade lamanya, band dari Potsdam ini menarik pengikut kultus melalui suara gitar pop melankolis, sampai-sampai mereka dijuluki ‘Grateful Dead-nya Jerman Timur.”
Pada konser teranyar di aula Kulturbrauerei di Berlin, Keimzeit datang dengan tamu istimewa. Bagi banyak pengunjung, ia mencuri pertunjukan. Bergabung bersama band tadi di panggung adalah Laura Schwengber, seorang juru bahasa isyarat. Ini kali kedua ia tampil bersama Keimzeit dan fans band menyambutnya dengan baik.
“Tahun lalu kami tidak menyebarluaskan peran saya karena pihak penyelenggara mengkhawatirkan penerimaan pengunjung,” jelas Schwengber.
Keimzeit sudah lama tertarik dengan ide menggunakan juru bahasa isyarat setelah salah seorang teman band kehilangan pendengaran, namun menemukan bahwa banyak lokasi pertunjukan tidak memperbolehkan.
Terhubung dengan suara
Di panggung bersama Keimzeit, Schwengber tidak hanya menerjemahkan lirik, namun berkomitmen penuh terhadap tugasnya berbekal energi yang bisa membuat Beyoncé terlihat lelah, dan mengkomunikasikan seluruh pengalaman konser musik – termasuk tepuk tangan penonton dan saat penonton bernyanyi bersama. Sembari menerjemahkan, ia juga berdansa, bermain gitar angin, meniru bermain drum dan meniup trompet, bahkan menyampaikan efek pedal wah-wah.
“Saya ingin memberi kaum tunarungu sensasi luar biasa yang sama dari sebuah konser layaknya mereka yang bisa mendengar,” kata Schwengber.
Melalui caranya menerjemahkan yang ekspresif dan penuh animasi, Laura membantu kaum tunarungu terhubung dengan suara. Bagi mereka yang tuli atau pendengarannya terganggu, seluruh tubuh bisa berfungsi sebagai ruang resonansi, memungkinkan mereka untuk merasakan getaran musik yang keras. Visual juga dapat membantu.
Bahasa yang terus berkembang
Sebagai juru bahasa isyarat berkualifikasi, Schwengber tengah mengejar gelar sarjana dalam Studi Tunarungu (Bahasa dan Budaya Komunitas Tuli) di Universitas Humboldt di Berlin, satu-satunya studi semacam ini di Jerman.
Rumah bagi sekitar 80.000 orang tunarungu dan 16 juta dengan pendengaran terganggu, Jerman tidak mengakui bahasa isyarat secara resmi hingga tahun 2001. Kini sekitar 200.000 orang menggunakan bahasa isyarat Jerman (DGS), dan seperti ditekankan Schwengber, masih terus berkembang.
Sejak muncul pertama kali bersama Keimzeit tahun 2012, permintaan atas dirinya bertambah banyak. November 2013, ia tampil bersama band Jerman, Selig, dan Orkestra Film Babelsberg dan pada akhir Desember ia mendampingi produksi ‘Peter and the Wolf’ bagi anak-anak di Potsdam.
Bekerjasama dengan badan siaran publik NDR, ia memberikan rangkaian terjemahan bahasa isyarat populer untuk sejumlah video musik, termasuk penyanyi soul Jerman, Xavier Naidoo, dan penyanyi rap Cro.
Atraksi tambahan
Band-band di Amerika Serikat merintis penggunaan juru bahasa isyarat, dan akhir-akhir ini, mereka semakin sering mendampingi festival-festival musik besar, hadir bersama penampil utama mulai dari Rolling Stones hingga Green Day dan Wu-Tang Clan. Dan seperti perkataan Eddie Vedder pentolan Pearl Jam tahun 2000 lalu, “mereka jauh lebih menarik untuk disaksikan ketimbang musisi mana pun.”
Audiens pada konser terbaru Keimzeit jelas tertarik. “Pengalaman yang luar biasa, dan saya cukup terkejut betapa banyaknya orang yang bertanya kepada saya setelah konser tentang ketulian dan bahasa isyarat,” ujar Maren Kirschke, yang tuli sejak usia 14 tahun. “Juru bahasa isyarat di atas panggung menjadi atraksi tambahan, bahkan bagi penonton yang bisa mendengar.”
Source: dw.de
Bagaimana dukungan orang-orang terhadap aksi tersebut?