Selamat Berpesta, Metalhead Aceh !!!
Sebelum membaca artikel yang mungkin tidak penting ini, ada baiknya kalian menyiapkan kopi, gorengan dan rokok kalo perlu (jika kalian perokok tentunya, percayalah ini bukan ajakan agar kalian mesti merokok), agar kalian tidak terlalu tegang.
Kalau boleh melempar ingatan, aku ingin berbagi pengalaman tentang bagaimana komunitas metal di Banda Aceh. Komunitas ini pernah muncul dan berkembang, tumbuh subur seperti jamur di musim hujan lebih dari satu dekade silam. Dengan mudah kita akan menemukan band-band metal berada di panggung, memainkan nada-nada berat, double kick bass yang menghujam jantung, riff dan shred gitar yang berat dan dalam atau bahkan kasar hingga memacu adrenalin. Namun, bukan itu yang menarik perhatian, tapi tentang varian metal yang cukup luas. Ketika berada di area luar panggung, ketika kita hanya mendengar melalui sound system, maka kita dapat menebak band apa yang mungkin sedang tampil. Sebut saja Mollusca, Pankreas, Cronic, Disgorged Bowel Movement, Tarantula, Obliteration Tendencies, The Satan, Nebukadnezar, Eviscarated Vagary Remains, dan band-band metal cadas lainnya yang takkan habis kusebutkan satu persatu dapat dengan mudah kita rasakan hanya dari mendengar band tersebut memainkan musik mereka, tanpa harus melihatnya.
Thrash Metal, Death Metal, Brutal Death Metal, bahkan Black Metal satu per satu menjajal panggung dengan penampilan yang luar biasa. Satu yang kuingat adalah, band-band metal lawas tersebut punya karakter. Masing-masing mereka menjadi besar dengan karakter yang mereka miliki. Tidak semua band tersebut mungkin memainkan musik gubahan mereka, mungkin beberapa adalah cover song dari band-band metal luar negeri yang sudah tenar dan akrab dikalangan metalhead. Namun, lagi-lagi mereka meng-cover nya dengan style mereka sendiri, yang membuat mosh pit begitu menggelora, dan area depan panggung selalu diramaikan para metalhead untuk ber headbanging, pogo bahkan slam dance. Jangan tanya berapa orang yang melakukan stage diving, banyak!
Komunitas metal, atau lebih akrab ditelinga kita pada saat itu dengan sebutan scene (sering dilafalkan Sken, dengan huruf e yang sama pada tempe) metal sudah lama hadir di Banda Aceh. Sepanjang pengetahuanku metal scene di Banda Aceh dimulai dari Regenth di pertengahan 90an, sebuah akronim dari Remaja Generasi Thrash. Komunitas ini yang kukenal pertama kali, yang berisikan pemuda-pemuda yang memuja musik metal dengan sangat. Regenth ini pun mungkin bisa dikatakan, pionir metal scene di Banda Aceh. Beberapa saat kemudian, muncullah SPS atau Sickening People Society, yang juga dimotori oleh mereka-mereka yang berasal dari Regenth. Selain komunitas ini tentu ada lagi Metal Scene yang juga aktif menggeliat didunia musik Bawahtanah. Sesath adalah salah satunya, juga ada Pandaemonium dan Blackened Arcane. Dua yang terakhir adalah komunitas Black Metal.
Beberapa yang lain membentuk komunitas Brutalliez, berisi para musisi metal bergenre Death Metal. Bahkan pernah tercetus sebuah komunitas yang merupakan gabungan dari beberapa scene, Ulee Beuso Community namanya. Cukup sesuai dengan namanya, kerasnya musik dan semangat mereka sekeras besi. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana semaraknya pergerakan Metalhead di Banda Aceh saat itu. Bahu membahu mereka dengan komunitas musik Bawahtanah lainya seperti komunitas Punk dan Hardcore. Belum lagi ditambah dengan komunitas-komunitas di luar Banda Aceh, yang sayangnya aku tidak begitu mengikutinya dan mungkin tidak kuketahui nama komunitasnya. Aku mengenal Bireun Underground Division (BUD), komunitas musik Bawahtanah dari Bireun dan yang ku ketahui musisi dari komunitas itu ada juga yang memainkan genre metal. Belum lagi dari belahan barat dan timur Aceh, mereka punya pula musisi metal yang kerap menyambangi ibukota propinsi Aceh untuk ikut berpartisipasi dengan metalhead di Banda Aceh. Maka berani kukatakan, komunitas metal pernah hidup dan tumbuh subur di Serambi Mekkah.
Seiring dengan sedikit meredupnya komunitas lawas, dipicu salah-satunya diberlakunkannya operasi militer di Aceh, dan juga ketika para metalhead tua mungkin memasuki masa hiatus mereka, kini muncullah generasi baru. Metalhead–metalhead muda yang eksis kini, menurutku, jauh lebih terbakar, jauh lebih bersemangat. Musik yang mereka mainkan, seiring dengan stream Metal pada saat ini berkisar seputaran genre Deathcore dan Metalcore. Tapi tentu, mereka tak melulu berkutat di dua genre itu saja. Tercatat bahkan ada band yang muncul dengan bereksperimen lewat Progressive Metal. Beberapa dari musisi-musisi yang muncul mencoba menarik perhatian dengan nada-nada yang terdengar jauh lebih berat, kadang bahkan lebih kejam. Tercatat olehku bagaimana gaharnya penampilan Psycho Holic, Killa The Phia. Kontaminasi Jiwa, juga gubahan aransemen yang apik seperti miliknya Ilios, dan masih banyak lagi.
Aku dapat membayangkan bagaimana situasi di mosh pit ketika para metalhead berheadbanging, berputar dalam circle of death, dan mereka saling menghempaskan tubuh dalam slam dance. Beberapa dari mereka mungkin masih terbilang baru di jagad raya metal Banda Aceh dan sekitarnya. Mungkin mereka belum memiliki karakter layaknya band-band lawas terdahulu, karakter yang membuat mereka bahkan bisa disambut dari halaman luar panggung taman budaya Banda Aceh oleh para metalhead dengan kata kata “Woi ayo kita masuk, ini band Anu, aku tanda sound gitarnya nih!”. Tapi tentu saja, ini era baru kebangkitan Metal di Aceh. Musisi metal lawas menemukan karakter mereka setelah sekian lama beraksi di panggung-panggung metal di Aceh. Maka, aku sangat optimis, suatu saat band-band yang dimotori metalheads muda ini juga kelak akan memiliki karakter seiring dengan jam terbang dan kualitas musik yang mereka gubah dan mainkan. Dan mungkin suatu saat aku yang akan berkata “Ini band muda, beda dan berbahaya!”. Aku percaya itu akan terwujud!
Akhir pekan ini, sabtu dan minggu (7-8 Desember 2013) akan ada pesta di jagad raya metal Aceh. pesta bertajuk ATJEH METAL FEST akan melibatkan kurang lebih 40 Band dari berbagai penjuru Aceh. Mereka akan menghentak panggung terbuka Taman Budaya Banda Aceh dan siap “membakar” semangat para metalhead. Crowd akan dipuaskan dengan irama dan nada-nada berat dan menggerung kencang. Ini pesta Metalhead, ini pesta bagi mereka pemuja musik metal. Aku yang sedang berkilo-kilo jauhnya dari venue, dapat mencium aroma kegemilangan nada-nada cadas yang kurindukan dari sejak lama. Ketika aku melihat flyer acara di jejaring sosial, aku mengeja tiap tiap nama band yang akan mengisi pesta tersebut, dan merasakan rasa iri yang yang teramat sangat. Aku ingin disana, aku ingin bersama mereka. Pesta ini sudah sejak lama kutunggu-tunggu dan rasanya begitu sesak ketika semuanya akan terlaksana dalam hitungan hari, sementara aku hanya bisa duduk menatap monitor yang berisi flyer acara ini. Sialan!
Disini, para metalhead tidak hanya berbagi panggung, berbagi komposisi nada-nada berat, tapi juga berbagi semangat dan pengalaman. Kolaborasi musisi metal lawas SPS dan metalhead muda dari Banda Aceh Death Metal disertai Metalhead dari berbagai penjuru Aceh tentu akan membangkitkan sensasi tersendiri. Bahasa mereka hanya satu, Bahasa Metal, yang mungkin tidak cocok bagi mereka yang punya penyakit jantung kronis, ibu-ibu yang hamil tua dan akan melahirkan, dan penikmat musik leyeh-leyeh ala boyband dari Taiwan, Jepang dan Korea. Tapi siapa pula yang memikirkan itu, mereka tau, yang datang dan memenuhi venue adalah mereka yang berani, yang bernyali, yang sanggup menyiksa telinga mereka dengan hantaman musik hingar bingar dan penuh distorsi.
Tentu saja, event yang sejatinya dilaksanakan independen tanpa sponsor dan akan berlangsung dua hari ini juga merupakan sarana promosi yang tepat, untuk mensosialisasikan Metal di Banda Aceh. Langkah awal sosialisasi tentang Metal yang, dari dulu, dianggap musik bingar, musik tak tentu arah, musik Jen (setan). Mungkin ini saatnya menunjukkan kreatifitas kepada publik, agar publik memahami bahwa Metal tidak melulu merusak indera dengar, tidak cuma merupakan kumpulan begundal tak tentu arah, tapi juga bisa digunakan sebagai ajang kreatifitas anak muda yang harusnya dapat berdiri sejajar dan seimbang dengan kreatifitas seni lainnya.
Aku yakin, Metalhead Aceh tentu dapat seirama dengan pemberlakuan Syariat Islam di Aceh ini, dan aku percaya mereka bisa dan mampu untuk mengimbanginya tanpa merasa bahwa seni berekpresi tengah didikte, diatur atau semacamnya. Kita jauh lebih cerdas dari mereka yang berpendapat diluar sana, bukan ? Dan mungkin kelak kita bisa mencatat sejarah kegemilangan kita, agar dunia bisa membacanya dan menjadikannya sebagai bahan referensi sebelum mereka muncul dengan berbagai persepsi.
Maka aku menutup artikel ini dengan menitip pesan “SELAMAT BERPESTA, METALHEAD ACEH. SELAMAT TERLAHIR KEMBALI !!!”
Dari aku yang tengah iri luar biasa karena tidak bisa terbakar disana bersama kalian.
Yeaaaah!!!!!!
support
cadassssssss m/
Salam Utk Anak2 PROLETAR .. m/
Selamat Datang Di Nanggroe Aceh Darussalam … ^_^
jadi balik nok? tiket L300 ada nih, hahahaa
L300 gak cukop, wak…sambong naek alpha 2 R :)))
merindinngggg baca@… m/
Dan ternyata nox…
kau bukan seorang metal head di saat itu..namun tak lebih dari pada pemuja menutup wajah nya dengan cairan…
wkwkwkwkkw……The Satan.
tp akhir kamu berubah jg ya…hingga di anggap player terbaik oleh juri pada saat itu…
bhahahahaha…..Peace bor..
hahahhaha….kek kambeng kee, benk. btw, aku termasuk yang gak ikot the satan, soalnya orangtu maen kami banger, pas kami maen orangtu pulang, paleeh kali….hahahhahaha
hahahahaha…..lucu..lucu..lucu…
Tulisannya keren yaa 🙂 teladan buat metalhead yang laen.. Bravo!