Bedah Gitar: Sejarah dan aneka Tuning pada Gitar

Photo: wikihow
Photo: wikihow

Artikel ini ditulis oleh Peter Hodgson dengan judul asli Get Down: A Brief History of Tuning Down, dicuplik dari dari gibson.com. 

*****

Menyetem/tuning lebih rendah dawai sebuah gitar adalah sesuatu yang lumrah saat ini. Bahkan hampir kedengaran aneh kalau ada band yang memilih untuk men-tuning secara standar. Gak begitu juga sih. Dulu, hampir semua orang bermain dengan tuning yang standar (E A D G B E), tetapi para gitaris, layaknya Indiana Jones atau astronot, selalu lapar akan petualangan dan inovasi, dan “perjalanan” ini membawa mereka bereksperimen dengan tuning yang lebih rendah (tuning down). Tuning yang dimaksud tentunya berbeda dengan tuning yang digunakan di dalam tuning kord populer seperti Open G yang secara tradisional banyak digunakan di dalam musik blues. Tuning yang berbeda ini umumnya bertujuan untuk meningkatkan ketebalan/kepadatan sebuah riff.
Menariknya, salah satu pionir tuning down di dalam musik metal – Tony Iommi dari Black Sabbath, memainkan banyak chord bernada tinggi dengan tuning yang standar di awal karirnya. Dua album Black Sabbath yang pertama dimainkan dengan tuning yang standar, dan Iommi cenderung memainkan riff-riff dengan menggunakan dua dawai terendah dan di ujung neck untuk mendapatkan suara yang tebal. Beberapa riff seperti di lagu Iron Man bahkan membuat Iommi memainkan power chord G5 di fret ke 15 pada dawai E. Beberapa tahun kemudian Iommi menurunkan semua tuning ke C#  (C# F# B E G# C#)  untuk lagu yang masih kedengaran “heavy” saat ini: Sabbath Bloody Sabbath (1973).
Iommi dengan eksperimennya di awal 70-an tidak dianggap sebagai orang pertama yang mempopulerkan “tuning rendah”.  Eb atau “turun setengah” (Eb Ab Db Gb Bb Eb) adalah tuning down yang sangat populer dalam beberapa dekade ini. Jimi Hendrix sering menggunakannya. Beberapa gitaris top lainnya yang menggunakan tuning “turun setengah” antara lain Stevie Ray Vaughan, Eddie Van Halen, Yngwie Malmsteen, Nuno Bettencourt dan Jerry Cantrell.

Tuning “turun setengah” merupakan pilihan yang popular dikarenakan masih cukup dekat dengan rentang nada gitar yang standar, dan memberi sedikit keleluasaan bagi penyanyi untuk meraih nada-nada tinggi dengan nyaman. Turun setengah juga memberi kesan sedikit “gelap/tebal” karena berkurangnya tegangan dawai. Beberapa gitaris mengakalinya dengan memakai dawai yang lebih besar. Menariknya, kelompok musik Placebo malah sering menaikkan setengah untuk lagu-lagu mereka (F C G# Eb Bb F#).

Lagu Metallica “The Thing That Should Not Be” dari album Master of Puppet adalah contoh penting sebuah band metal memaksa tuning down dawai gitarnya untuk mendapatkan efek-efek suara yang diinginkan, bukan untuk memenuhi kebutuhan vokalisnya. Lagu tersebut direkam dengan tuning di C# standar, dan  di dalam beberapa wawancara personil Metallica suka bercanda dengan mengatakan bahwa lagu itu susah dimainkan di panggung terbuka dikarenakan dawai gitar akan berkelepak-kelepak ditiup angin. Di album-album berikutnya Metallica bereksplorasi dengan D standar untuk Sad But True dan Eb untuk The God That Failed. Di St. Anger mereka mencoba tuning Drop C (C G C F A D)

Tuning Drop D (D A D G B E) sangat populer karena kemudahannya. Tuning seperti ini memungkinkan seorang gitaris memainkan power chord hanya dengan satu jari menekan 2 dawai terendah (5 dan 6). Contoh dari lagu-lagu Drop D yang terkenal di era sebelum hard rock/heavy metal: Neil Young – Harvest Moon, The Doors – The End, The Beatles – Dear Prudence dan Fleetwood Mac – The Chain. Kemudian Drop D menjadi sangat digemari ketika era Hard Rock, Heavy Metal dan Grunge datang. Walaupun lagu Led Zeppelin “Moby Dick” dan “Ten Years Gone” adalah contoh awal Drop D pada band-band heavy metal, tetapi lagu Van Halen “Unchained” dianggap sebagai tonggak kepopuleran Drop D di dalam musik Rock modern.  Sekarang Drop D dianggap hampir menjadi sebuah standar baru tuning gitar. Band-band yang suka menggunakan tuning Drop D: Muse, Evanescence, Rage Against the Machine, Radiohead, Avenged Sevenfold, Soundgarden, Foo Fighters, Incubus, Tool, Stone Temple Pilots and Nirvana

Tetapi gitaris-gitaris tukang eksperimen seperti yang disebut diatas tidak terlalu lama berkutat di Drop D. Kemudian muncul lah Drop C (C G C F A D), Drop C# (C# G# C# F# A# D#) dan bahkan Drop B (B F# B E G# C#) yang sangat populer sekarang ini. Pengguna Drop C termasuk Biffy Clyro, Bullet for My Valentine, System of a Down, P.O.D., Disturbed, Metallica (on St. Anger), dan Staind. Drop C# digunkanan oleh Deftones, Evanescence, System of a Down, Trivium di dalam album In Waves, dan Alter Bridge. Drop B dikenal juga sebagai “the Slipknot tuning”, juga dimainkan oleh band-band seperti Machine Head, Bring Me the Horizon dan The Devil Wears Prada.

Satu lagi yang sedang naik daun adalah Open C (C G C G C E), yang sering digunakan oleh Devin Townsend. Keuntungan dari tuning seperti ini adalah munculnya suara power chord yang sangat tebal dengan hanya meletakkan satu jari di di satu fret saja. Keuntungan lain adalah dengan bentuk jari yang sama di dalam memainkan sebuah power chord root-fifth-octave (root, nada ke lima dan octave), maka akan menghasilkan chord  root-fifth-eleventh (root, nada ke lima dan nada ke sebelas) yang sangat susah dimainkan di dalam tuning standar, terutama ketika sedang memainkan sebuah riff cepat.

Tuning seperti ini juga sangat “shred-friendly” dikarenakan kamu bebas menciptakan scale/jalur sendiri dengan interval yang unik dan mudah dimainkan dengan octave yang berbeda.  Berikut contoh dari  sebuah pattern 1/16 dengan kunci dasar E – jalur seperti ini disebut dengan “symmetrical scale/jalur simetris” karena bisa dilakukan  di fret mana pun. Biasanya jalur seperti ini menghasilkan melodi atonal, tetapi Drop C secara unik membuatnya kedengaran sangat musikal.

Source: Gibson.com

Facebook Comments

4 thoughts on “Bedah Gitar: Sejarah dan aneka Tuning pada Gitar

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.