Profil Musisi: Maiwan Syah
Sekilas orang akan terkecoh dengan penampilan musisi senior Aceh ini. Rapih, kalem dan pendiam adalah kesan pertama bagi orang-orang yang baru mengenal sosok Maiwan Syah, bassist dan edukator musik kelahiran 1 Mei 1972 ini. Tapi penampilan bersahaja sehari-hari akan hilang ketika Maiwan tampil di panggung memainkan bass, bahkan dengan ganas seperti mencabik-cabik instrumen yang sudah ditekuninya sejak kelas 1 SMA 3 di tahun 1989.
Kekagumannya terhadap Roger Glover dan Ritchie Blackmore dari band legendaris Deep Purple menimbulkan keinginan untuk bermain musik. Tetapi menurut pengakuannya, Maiwan mulai serius bermain musik di tahun 1991 ketika bergabung dengan sebuah sekolah musik yang baru dibuka waktu itu, Moritza Music Club (sekarang bernama Sekolah Musik Moritza).
“Sekolah musik itu masih baru sekali, nomor induk saya untuk kelas Bass adalah 001.” Kata Maiwan mengenang saat menjadi murid pertama kelas Bass di MMC.
Maiwan bergabung dengan Iron Soul pada tahun 1990. Band yang dibentuk oleh Deddy Iskandar ini berusia sangat pendek dan bubar ketika Deddy membentuk Odezza. Bersama Deni Afrizal (gitar) dan Block Putra (drum), Maiwan membentuk Iron Steel di tahun 1992 yang merupakan cover band untuk grup seperti Van Halen dan Extreme. Di saat yang sama dia juga membantu mengisi posisi Bass di Spynszer, band andalan SMA 3 Banda Aceh masa itu.
Ketika berkuliah di Teknik Mesin Unsyiah tahun 1991, Maiwan mulai menggandrungi lagu-lagu Blues dari Fat Dominos atau Eric Clapton. Hal ini yang menyebabkan dia mulai tertarik kepada Jazz.
“Untuk memahami blues, saya harus belajar Jazz lebih dalam.” ungkapnya
Selama masa itu Maywan betul-betul melakukan regime latihan yang sangat spartan, 10 jam dalam sehari. Bahkan bisa berhari-hari ngendon di MMC yang saat itu beralamat di Jalan Syiah Kuala 217 Banda Aceh, hanya untuk latihan bass saja.
Di tahun 1996, Maiwan membentuk band Keumala Dua bersama Dedi Kepsek, Mahfud (drum), Jamal Abdullah (vokal), Ferry Jhon (gitar), Aidil (gitar), Mirza Kesuma (keyboard), dan Khalis (vokal).
Di penghujung 1996, Maiwan memutuskan untuk hijrah ke Jakarta, dan belajar bass di Lembaga Pendidikan Musik Chic’s bersama Iwang Modulus. Kemudian dia berguru kepada “bass hero” Indonesia, Bintang Indrianto. Dikarenakan kesibukannya, Bintang melatih Maiwan langsung di studio rumahnya. Bassist senior dan guru banyak bassist di Jakarta, yang juga ayah kandung Bintang, Dicky Prawoto (sekarang almarhum) mengambil alih pengajaran. Maiwan yang kemudian tinggal di rumah tersebut digemblengnya siang dan malam.
“Selama setahun, Om Dicky mengajarkan banyak hal: Jazz, Improvisasi dan lain-lain. Terutama swing, dan bebop ala John Coltrane. Biasanya pelajaran dimulai dari selesai Shalat Subuh, hingga tengah malam.”
Maiwan juga bermain sebagai session player di beberapa cafe yang ada di Jakarta. Di tahun 1998, dia kembali ke Banda Aceh dan bermain Jazz dan Top 40 selama setahun di D’Rodya Cafe bersama Mahfud (drum), Putra Alex (gitar), Nadisyah (gitar), Herry Mulianto (keyboard), Novan (keyboard), dan Alfi (vokal).
“Tahun 1998 adalah tahun yang unik dan bersejarah. Niatnya pulang ke Banda Aceh untuk menyelesaikan kuliah. Tapi ternyata tidak ada mahasiswa di Kampus. Saat itu sedang marak demo mahasiswa. Mahasiswa sempat menduduki Gedung DPRD Aceh (sekarang DPRA) selama beberapa hari. Bersama Mahfud dan Alex, kami bermain di teras DPRD dan konser semalaman mengiringi orasi aktifis-aktifis mahasiswa.” ungkap Maiwan mengenai perihal kepulangannya di tahun 1998. “Sebulan kemudian kami bertiga saja konser lagi sambil mengiringi para aktifis yang berorasi dan bernyanyi lagu-lagu sosial, dari jam 10 pagi hingga jam 1 dini hari, di balkon lantai dua gedung FKIP Lama (sudah diruntuhkan, sekarang diatasnya berdiri gedung AAC Dayan Dawood dan Rektorat Unsyiah). Jangan ditanya dari mana energi kami dapatkan untuk bisa bermain selama itu (tertawa). Ramai sekali mahasiswa yang hadir. Di depan kami ada tenda untuk mahasiswa-mahasiswa yang sedang (menjalankan aksi) mogok makan.”
Maiwan kemudian mulai mengajar private, terjun ke dunia bisnis dan jauh dari kegiatan musik praktis. Saat itu MMC tutup karena bang Momo hijrah ke Jakarta. Selama masa-masa ini aktifitas bermusik di Banda Aceh mulai sangat berkurang dikarenakan situasi politik lokal yang mulai memburuk. Di tahun 2002, Maiwan ikut terlibat membidani lahirnya grup Kande bersama Rafli dan Deddy Metazone. Selama darurat sipil dan militer, Maiwan aktif bersama komunitas Maestro.
Maiwan menikah di tahun 2006 dengan Popy Iswari dan dikaruniai 2 orang anak. Kegiatan sehari-harinya sekarang adalah aktif berbisnis, mengajar private, bermain musik bersama Moritza Thaher Trio, session player bagi beberapa band di Banda Aceh dan menjadi penasehat Gabungan Musisi Aceh.
Bersama Moritza Thaher Trio, Maiwan akan bermain di The 6th ASEAN Jazz Festival 2013 Batam tanggal 21 September 2013 nanti.
Mantap Friend….and semoga semakin Sukses. Amin.
Maiwan…mantaaapp !
Fery Jhon…Ohh yees..!
Hehehe..
Mantaps Keumala dua
Spt @ Maiwan tu teman kuliah suami sy Bang! Saya pernah jumpa waktu Reuni anak Tekhnik 91 @ BNA januari 2013 lalu
Betul….Betul Ibu….
Pingback:Profil Musisi: Hillman Rizqan - acehmusician.org
Pingback:Humas GMA kuliah ke Belanda - acehmusician.org
Pingback:Sekolah Musik Moritza kini berusia 22 tahun - acehmusician.org
Pingback:In Memoriam Putra Alex (1977-2004) - acehmusician.org