Profil Musisi: Adek Metazone
Pekan Kebudayaan Aceh ke VI telah berakhir beberapa saat lalu. Banda Aceh diramaikan oleh ribuan seniman yang datang dari segala penjuru untuk memeriahkan event lima tahunan milik Pemerintah Aceh ini.
Acehmusician.org beruntung berhasil menemui tiga orang drummer senior asal Meulaboh, yang bermain di tiga era yang berbeda. Mereka bertiga berkumpul di anjungan Kabupaten Aceh Barat. Bisa dikatakan ketiga drummer senior ini memberi legacy berupa pengaruh yang besar baik langsung maupun tidak langsung terhadap drummer-drummer lainnya, baik yang berada di Meulaboh maupun di Banda Aceh, serta daerah lainnya.
Ketiga drummer senior tersebut adalah Bang Yound, Adek Metazone dan Faisal Odezza. Artikel ini adalah bagian kedua dari tiga tulisan yang menceritakan sepak terjang mereka dan situasi kehidupan bermusik di Aceh era 70-an, 80-an dan 90-an.
ADEK METAZONE
Rockstar satu ini memang ngetop dimana-mana. Setiap kali Metazone mengadakan pertunjukan semua mata penonton pasti akan tertuju kepada sang drummer. Tidak hanya di panggung, off-stage pun Adek Metazone pasti akan menarik perhatian banyak orang. Teknik permainan drum yang khas, aksi panggung yang energik, facial dan body language yang memikat yang menunjukkan “ke-rocker-an”-nya, kostum dan dandanan yang sesuai, serta keramahtamahannya adalah modal besar untuk selalu dirindu oleh para penggemarnya.
Mengaku dilahirkan pada tahun 1965, Adek Novidian Mourny berasal dari keluarga pemusik. Ayahnya adalah Ogek Mourny, seorang musisi yang memimpin Orkes Indomo, yang menurut beberapa sumber adalah yang kelompok yang mempopulerkan musik di wilayah Aceh Barat era 60-an. Abang kandungnya almarhum Didi Rosadi Mourny adalah seorang penyanyi top era 70-an dan 80-an, yang juga pernah mengeluarkan album Aceh.
Musik tentunya sudah dikenalnya dari kecil. Namun ketertarikannya terhadap musik dimulai dari SD, saat melihat abangnya Didi menyanyi di pentas-pentas yang ada di Meulaboh tahun 70-an. Adek kecil suka ikut menonton abangnya latihan bersama Baranada band atau band lainnya.
“Saya melihat drummer-drummer senior Meulaboh masa itu seperti Bang Yound, Bang Tampi, Bang Kamba dan Bang Surya. Mereka sangat gagah dan jantan ketika bermain. Itu yang membuat saya kepengin bermain drum.” kata Adek menjawab pertanyaan acehmusician.org mengenai siapa yang memberi pengaruh sehingga dia memilih untuk menekuni drum.
Adek banyak menyerap teknik dan gaya bermain dari drummer Endrina, Surya atau lebih dikenal dengan nama Bang Soy (ayah kandung trio drummer Putra Suneo, Rio dan Gusty). Dia mengaku di tahun 80-an awal sempat menjadi kru untuk band Endrina dan melihat Bang Soy bermain drum setiap hari. Baru ketika SMA, Adek bermain sebagai drummer di Endrina bersama gitaris Teuku Dalin. Teuku Dalin adalah produser yang berjasa mengorbitkan band-band seperti Sheila On 7, Jikustik, Padi, dan lain-lain. Sekarang menjadi pengusaha perhotelan di Yogya.
Ketika tamat SMA tahun 1984, Dalin pindah ke Yogyakarta untuk meneruskan studinya. Adek pun pindah ke Medan dan mencoba peruntungan di sana. Tahun 1985 Adek kembali ke Aceh dan berkuliah di Fakultas Ekonomi Unsyiah. Kehadirannya di Band Ekonomi menyebabkan drummer Dayat tergeser menjadi pemain keyboard. Formasi Band Ekonomi menjadi Rudi (gitar), Mubin (bass), Dayat (keyboard), Adek (drum), Taufik, Fadli dan Ampon Lennon (vokal). Bersama Band Ekonomi Adek mentas dimana-mana. Termasuk sempat mengikuti Musik Kampus di Universitas Andalas Padang dan mendapat predikat drummer favorit di tahun 1990.
Adek juga sempat bergabung dengan band lain seperti Metalstone (’86), D’Logas (’91), Galaxi dan Gerhana Band. Pada tahun 1993, bersama Dedy Andrian (gitar, ex-Fender Band), Bonan (keyboard, ex-Galaxi), Pinem (bass, ex-Odezza), dan Adun (vokal, ex-Galaxi), Adek mendirikan band Black Power.
Black Power menjadi pembuka konser Gong 2000 di Banda Aceh. Atas saran Ian Antono, nama Black Power diganti dengan nama Metazone.
Metazone, bersama Odezza dan Mollusca, menjadi penguasa Taman Budaya Banda Aceh. Setiap salah satu dari mereka tampil pasti membuat orang-orang berdatangan dan memenuhi bangku-bangku di Open Stage masa itu. Banda Aceh di era itu sangat sering diadakan kompetisi band Rock. Metazone pun menjuarai beberapa. Tahun 1996, Metazone menjadi finalis Festival Musik Rock Se-Indonesia VIII yang diadakan oleh produser Log Zhelebour di kota Yogyakarta. Mereka berhasil meraih juara ketiga dan Adek terpilih menjadi Drummer Terbaik. Suatu prestasi yang membanggakan, menjadi drummer terbaik di sebuah event nasional yang bergengsi.
Sebagai Juara Ketiga, Metazone merekam lagu mereka untuk album kompilasi Festival Musik Rock Se-Indonesia VIII yang berjudul Lupa. Adek ‘cs memutuskan untuk hijrah ke Surabaya untuk mengembangkan karir bermusik mereka pada tahun berikutnya. Sebuah demo album pun selesai itu. Sayangnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan album tersebut tidak bisa diluncurkan. Deddy Andrian memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh dan menyelesaikan kuliahnya. Bonan dan Adun ikut bersamanya. Sedangkan Adek dan Pinem memutuskan untuk tinggal di Surabaya.
Pada tahun 1998 Adek mendirikan Blue Band bersama Ririen Maning (vokal, ex-CB Band), Tommy Manaura (gitar), dan Anto Moes (bass). Dengan diproduseri oleh Log Zhelebour, Blue Band merilis album debutnya yang berjudul Selingkuh. Tahun 2000 Adek menikahi Ririen Maning yang memberinya seorang putra bernama Zildjian tahun 2001 dan putri yang bernama Sabian tahun 2002. Bersama Blue Band, Adek bermain di banyak kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dia juga menjadi musisi studio mengisi rekaman drum untuk beberapa band/penyanyi.
Gempa bumi dan Tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 menyebabkan kesedihan yang mendalam kepada Adek. Keluarga besarnya yang tinggal di dekat pantai di Meulaboh banyak yang menjadi korban. Blue Band merekam dan merilis album Live in Kutaradja pada tahun 2005 untuk mengekspresikan kesedihannya.
Sebuah reuni akbar musisi era 80-an dan 90-an yang bertajuk Konser Rindu Damai diadakan pada tahun 2008 dan mempertemukan Odezza, Metalstone, Mollusca, dan Metazone di dalam satu panggung. Adek dan Pinem, serta Yul Vai (Metalstone) kembali ke Aceh dan melepas rindu bermain kembali di hadapan audience Taman Budaya. Kepulangannya ke Aceh kali ini memberi inspirasi bagi Adek untuk menetap kembali di Meulaboh. Tahun itu dia mendirikan sebuah perusahaan Advertising, EO, Studio dan Soundsytem yang diberi nama 19 Rocks! Perusahaan tersebut sekarang menjadi EO terkenal di wilayah Barat Selatan Aceh.
Di Meulaboh, Adek aktif di Dewan Kasenian Aceh (DKA) Aceh Barat sebagai Ketua Kompartemen Musik. Bersama 19Rocks dan DKA Aceh Barat, Adek banyak mengadakan even-even dan pelatihan basic drumming untuk drummer-drummer muda Meulaboh.
Tahun 2013, Bersama Deddy Metazone, Ateng, Jamal, Jaya, Donny, dan Zulfikar, Adek mendirikan sebuah side-project yang diberi nama 1-Ekspresi. Sebuah side-project yang mengkolaborasikan musik dan puisi.
Ketika ditanya, siapa saja drummer yang memberi pengaruh di dalam permainannya , Adek Metazone menjawab:
“Kalau drummer dunia indak ada lain selain Ian Paice dan John Bonham. Untuk yang lokal itu Bang Soy (Surya) dan Momo (Moritza Thaher). Momo banyak membagi ilmu musiknya untuk Bang Adek.”
Untuk berhubungan dengan Adek Metazone, silahkan berteman di facebook-nya Adek Movidian Mourny.
(Y)
Pingback:In Memoriam Medri Mollusca (1969 - 2004) - acehmusician.org
Pingback:Selamat Menempuh Hidup Baru, Bang Adek Metazone! - acehmusician.org